Rasa-rasanya dan memang sesuai dengan apa yang nyata terjadi, saya sudah lama sekali tidak update blog. Bahkan (lagi-lagi) saya merelakan begitu saja beberapa blog saya expired. Seperti halnya blog emakeksis.com ini yang dulu sudah pernah wira-wiri di jagad dunia maya.
Saat menulis dini hari ini pun, masih secuil terselip ketidakpercayaan diri untuk “eksis kembali”. Serangkaian kejadian yang berlangsung 5 bahkan 10 tahun terakhir ini, benar-benar menguras energi. Saya seperti ingin benar-benar menghilang dari peredaran pertemanan baik online maupun offline.
Membersamai tiga anak, si sulung yang sudah 17 tahun, si tengah yang mulai masuk SMP tahun ini, dan si bungsu yang hampir 2.5 tahun, memang perlu suntikan semangat tersendiri. Barangkali mirip seperti kisah beberapa perempuan lainnya, yang masih tertatih mengelola emosi sementara keseharian harus terus berjalan.
Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun, saya membangun kembali kepercayaan diri yang sempat berada di level minus. Pun hari ini, saya masih belum bisa 100% seperti seorang “inna” yang dulu. Yang dibilang orang-orang sebagai perempuan “cak-cek” super gesit ketika sudah fokus dengan tugas. Ibu sekaligus istri multitalenta yang bisa menulis, jadi voice over talent, bahkan mengurus beberapa blog sekaligus beserta podcastnya. Belum lagi, dianggap handal menjadi seorang content creator handal yang mampu membuat banyak konten viral di sosial media.
Lelah
Batin saya sepertinya memang benar-benar lelah. Apapun atau siapapun yang mengusik pasti emosi saya tersulut.
Beragam emosi yang muncul, tapi 2 yang kuat, yaitu marah dan sedih.
Marah, karena saya merasa segala hal yang terjadi dalam hidup, tidak berjalan semestinya. Sedih, karena lagi dan lagi, saya sering gagal mengelola luapan emosi yang menyita tenaga.
Kadang merasa, berada di posisi tidak ada seorang pun yang memahami. Ataukah saya hanya overthinking? Atau orang-orang di sekeliling saya, terutama suami dan anak sulung yang sering jadi tempat curhat saya, sudah bosan mendengar keluhan saya. Apalagi saya termasuk orang yang tidak mudah bercerita ke orang lain. Selama ini hanya tameng yang saya tunjukkan, bahwa saya kuat dan semangat. Padahal aselinya, saya rapuh.
Saya merasa tidak ada teman yang benar-benar tulus selama ini. Bahkan ketika saya “menghilang”, beberapa teman yang saya percayai sebagai sahabat, tak ada yang menyapa terlebih duluan melalui kolom chat. Selama ini, ya selama ini, saya lah yang selalu menegur mereka terlebih dahulu, baik untuk membahas hal serius atau becandaan semata.
Hingga saya putuskan, menonaktifkan akun instagram yang penuh dengan foto dan video kenangan bersama teman maupun keluarga. Karena saya merasa useless, toh tidak ada yang menyapa saya, tidak ada yang mencari saya.
Sampai suatu ketika, seorang teman masa SMA, yang kami sebenarnya tidak terlalu dekat saat sekolah dulu, perempuan yang aktif dagang kue ini, menyapa saya duluan melalui chat di instagram, saat saya coba untuk mengaktifkan sesaat akun sosial media tersebut. Seorang teman online, yang aktif sebagai MC, dimana sebenarnya kami cukup aktif berinteraksi secara online sebelumnya, ia pun termasuk yang mereply story instagram.
“Mbak, kamu sehat kan? Kemana aja?”.
Termasuk sapaan seorang teman yang saya kenal di komunitas blogger, yang lagi-lagi saya sebenarnya baru bertemu 1x di event tersebut saja, lalu kami sambung obrolan melalui dunia maya.
Jatuh dan Bertumbuh
Meski sapaan dari ketiga teman itu adalah sekitar setahun lalu setelah saya posting tentang melahirkan dan membersamai si bungsu yang masih sangat bayi, tapi saya benar-benar memutuskan comeback beberapa bulan terakhir.
Terutama setelah saya mengikuti kelas Coach Rezza, saya pikir inilah jalan yang Allah tunjukkan ke saya untuk bisa benar-benar menyembuhkan batin. Melalui kelas tersebut, saya belajar mengenal lagi siapa sebenarnya diri saya dan apa yang saya inginkan. Melalui tugas-tugas yang saya kerjakan selama kelas berlangsung, membuat saya mengerti tentang arti kehidupan yang sesungguhnya, bahkan saya akhirnya punya keberanian MEMILIH dan MENINGGALKAN. Memilih apa yang benar-benar cocok sesuai karakter saya, dan meninggalkan hal-hal yang memang saya bisa saya lakukan tapi ternyata kurang sreg di hati nurani.
Setelah 43 tahun, finally saya jadi benar-benar mengerti apa yang sebaiknya saya lakukan, supaya saya tetap “hidup”. Berkarya melalui blog dan sosial media, bukan lagi hanya sekedar tong kosong berbunyi nyaring, yang berisi curhatan ataupun keluhan. Sejak lama, saya menginginkan konten yang saya buat punya makna, ada dasar ilmunya. Arti hidup buat saya adalah punya karya. Meninggalkan jejak. Jejak yang baik. Meminjam istilah Bunda Asma Nadia di kelas yang saya ikuti semalam, berkarya saja, tidak perlu berpikir akan viral atau melejit, karena tiap karya yang kita buat dari hati dan bermanfaat, ada nilai pahalanya.
Ya, saya memantapkan mengikuti 3 kelas utama yang saya fokuskan untuk melatih kemampuan menulis yang lebih berisi. Belajar menulis melalui tintalangit.id dan mengisinya dengan konten bermanfaat yang saya dapatkan dengan mengambil kelas Montessori Diploma di Montessori Haus Asia dan Fitrah Based Education.
Melalui blog ini, Insya Allah akan saya sharingkan ilmu yang sudah saya dapatkan, berkorelasi dengan perjuangan self healing selama ini. Meski sebenarnya, di tahun 2011, saya pernah ikut kelas NLP (Neuro Language Programming) dan Self Hypnotherapy, tapi niatan saya saat itu belum tepat. Waktu itu, saya justru ingin “memperbaiki” sikap seseorang yang saya sayang dan hormati, supaya ia jadi pribadi yang lebih baik. Namun ternyata, melalui kelas tersebut, saya seperti membuka keran pengetahuan baru, bahwa sayalah yang perlu diperbaiki dulu.
Mental saya yang perlu saya perhatikan dulu.
Sebagai seorang Ibu, saya harus sadar benar dengan tiap tindakan dan emosi yang mengalir. Saya putuskan mulai hari ini, bisa menebar lebih banyak kebaikan dan inspirasi melalui blog ini, buku maupun sosial media yang masih saya persiapkan. Yes, siap fisik dan siap jiwa. Bismillah.