Siapa Yang Pengen Kamu Bantu?

Ide judul tulisan blog kali ini, mendadak muncul setelah sholat tahajud yang masih dipenuhi dengan doa-doa penuh pengharapan. Harapan ingin lepas dari segala cemas dan khawatir akan masa depan. Heh, apa yang perlu dibikin overthinking, sih, Na?

A lot of things, terjadi dalam beberapa bulan terakhir sejak update terakhir di blog ini. Juli 2024. Masa dimana aku mulai mengenal Talents Mapping (TM), dan cukup bikin hari-hariku dengan segala tugas kuliah Diploma Montessori agak sedikit terkesampingkan. Somehow, aku jadi semacam merasa engage banget dengan TM ini. Seperti aku melihat, ada jalan keluar yang Allah buka dengan segala permasalahan yang aku hadapi 1-2 tahun terakhir ini. So, aku gas pol dong. Setiap hari aku pelajarin ilmunya. Tiap hari aku kulik. Interaksi dengan komunitasnya. Bahkan setelah mengikuti TM Basic di Juli dan TM Dynamics di September, aku langsung bikin webinar dengan mengajak kolab ke beberapa senior Praktisi Talents Mapping.

Yes, It’s not easy, at all! Apalagi webinar pertama, rasanya aku jungkir balik sendirian cari peserta, rasanya pengen nyerah, rasanya salah cari partner kolab ini. But, I am what I am. The show must go on. Webinar kedua, it’s getting easier. Partner kolabku ini, luar biasa sangat membantu. Meski diawal kami terseok-seok cari peserta, tapi dengan pengalamannya di dunia produk digital, membuat webinar amat sangat terselamatkan. Jumlah peserta proper dan aku seperti merasakan menemukan partner kerja “satset” yang sesuai dengan ritmeku.

Lalu, webinar ketiga, yang akan berlangsung 2 hari lagi. It turns out, belum ada yang daftar. Apakah aku cemas? Well, yess actually. Anehnya, gak terlalu yang gimana-gimana gitu, gak secemas yang pertama. Apa mungkin karena aku juga “mulai menikmati kelas Montessori”? Jadi yaaa, aku tuh sempat merasa menyesal ambil kelas Montessori yang harganya 25an juta itu. Tapi sejak awal, aku mencoba untuk beradaptasi dengan kelas dan cukup terseok-seok. I’ve still got great mark by the way. Mungkin karena punya bakat responsibility yang kuat, so I decide to continue this program, berusaha mengerjakan semua tugas dengan maksimal.

Nah, sejak mulai berpikir untuk memadukan formula Montessori + Talents Mapping for Kids, semangatku seperti menyala kembali. Impian-impian yang sudah lama aku pendam, seperti mulai terarah lagi jalurnya.

But againnnnn…. sebagai seseorang dengan bakat Deliberative kuat, yang “selalu saja” berhati-hati dengan setiap keputusan, ditambah bakat Ideation kuat, dengan beragam ide yang datangnya luber-luber, ada beberapa kekhawatiranku:

  1. Aku tertarik untuk melanjutkan kerjasama dengan partner webinar keduaku. Content production + digital product juga salah satu hal yang aku ingin kembangkan. Apalagi kami berdua menemukan formula meramu Talents Mapping for Content. Yaitu bagaimana membuat konten itu bisa lebih unik dan menarik, serta si content creator juga bisa lebih nyaman + konsisten
  2. Melanjutkan konsep Montessori + Talents Mapping for Kids. Somehow, dunia parenting sudah lama jadi bagian hidupku, bahkan dari kelas 4 SD, super duper excited sejak punya ponakan pertama, jadi suka memperhatikan pola asuh kakak-kakak ke anak-anak mereka. Bahkan keputusan mengambil jurusan Montessori juga sebenarnya biar lebih memahami lagi dunia psikologi anak usia dini, dan pengen supaya sharingku baik itu berupa konten maupun secara langsung ke orang lain, lebih berdasar, ada ilmunya. Bukan sekedar ikut-ikutan teori parenting yang marak bebas berkeliaran di sosial media
  3. Jujurly, yang juga bikin khawatir adalah, aku tuh merasa bikin konten kok sekarang susaaaah banget fyp ya? Dengan jasa yang kutawarkan di bidang Talents Mapping ini, tentu aku pengen konten itu “naik”. But selama beberapa bulan terakhir ini, huwaaaaa berat-berattt banget. Padahal aku udah upload almost everyday
  4. Dannnnn susah banget ternyata memahamkan orang lain tentang Talents Mapping. Buatku memang untuk mengenal diri, but buat orang lain, mmm buat banyakkk orang ini bukan urgensi. Sempat suatu ketika, Kang Jaka, one of my TM mentor bilang, kalau mengarahkan orang TM tentang self discovery memang susah, itulah kenapa TM banyak dipakai untuk urusan corporate dan penentuan jurusan kuliah

Dengan 2 kecenderungan apakah ingin meramu Talents Mapping ke arah kids atau konten, aku coba bedah dengan beberapa sudut analisa berikut ini ajaaa yaaa:

  1. KETAHANAN, mana diantara keduanya, yang bisa bikin aku bertahan mengerjakannya. It means, personal branding apa yang pengen aku kuatkan. Inget kan, dulu 4 tahun oriflame, sampai sepupu yang jarang ketemu aja, suka ikutan menanyakan kegiatan oriflameku. Nah, apakah aku sanggup terus-terusan bahas tentang content creator + digital product? Ataukah aku akan lebih nyaman dengan sharing dunia parenting + reparenting? Mana yang lebih “guwe banget”?
  2. GOOD MONEY? Yesss, gak bisa dipungkiri, dengan si mbarep yang mau kuliah, si ragil yang bentar lagi mau PAUD, ditambah aku juga masih kuliah Montessori yang ternyata ada aja printilan yang harus disiapkan, so make good money adalah salah satu prioritasku saat ini. Melalui konsep TM for content, aku semacam melihatnya lebih mudah gitu make moneynya. Sementara kalau aku pengen bikin kelas-kelas Montessori, pop-up class secara offline, ini butuhhhh waktu
  3. SIAPA YANG PENGEN AKU BANTU?
    • Sama seperti judul postingan, aku perlu menjawab pertanyaan ini. Siapa sih sebenarnya yang pengen aku bantu? Apakah orang-orang yang ingin membuat konten? Pengen cuan dari digital product? Tapi bukannya hal-hal berkaitan dengan konten yang sudah aku kenal + sempat “bangun” ini selalu saja berganti? Sebagai bakat lemah adaptability, aku tuh lemahhh mengikuti ritme yang fleksibel dan harus beradaptasi dengan ilmu digital yang terus saja bergulir. That’s why aku stop belajar SEO, karena selalu sajaaa gonta-ganti. Even, temanku yang sudah pro SEO, dapetin belasan ribu dollar, akhirnya memilih memakai uang adsensenya untuk mendirikan usaha offline, and he also stop ngeblog. Lalu, apakah aku kira-kira akan enjoy dengan membantu banyak orang lebih mahir bikin konten, sementara aku sendiri sering merasa overwhelmed dengan konten?
    • Ataukah aku lebih merasa “happy” setelah berhasil membantu para orang tua yang ingin lebih mengenal minat bakat anak mereka. TM itu baru bisa dipakai tesnya, setelah anak-anak usia 14 tahun. Jadi sebelumnya, peran aktif orang tualah yang dibutuhkan, untuk lebih cermat membaca minat bakat anak, lebih cenderung kemana dan aktivitas apa saja yang diperlukan. Apakah aktivitas ini, aku benar-benar akan enjoy? Is it easy for me? Bisakah aku menjadi excellence di bidang ini? Will I earn from this? Heh, dengan menuliskan ini, ternyata aku menemukan 4E dengan sendirinya

Sebelum memutuskan mengakhiri postingan ini seperti apa, aku buka kembali hasil tes ST-30ku. Strengh Typology adalah sebuah tes melalui www.temubakat.com, dimana kita bisa melihat potensi kekuatan kita itu apa. Nah hasilku adalah Arranger, Ambassador, Communicator, Creator, Motivator, Visionary, dan Synthesizer.

Nah, ternyata selama ini aku belum terlalu ngulik di peran Synthesizer ini, yanggg berasa memang guwe banget. Pantes gak bisa berhenti di ilmu TM aja, gak bisa diem di Montessori aja, pengennya ngulikkkk, gimana meramu biar jadi satu. Oalaahhh pantesann!! Suka heboh dengan ide sendiri, suka pengen beda sama yang lain! TM yang gak TM doang, Montessori ya gak mau Montessori doang! *gubrak*

Jadi gimana Na, udah mantap mau ambil persimpangan yang mana?

One Reply to “Siapa Yang Pengen Kamu Bantu?”

  1. Ya.. ya.. ya.. udah baca.. I know you so well 😄
    Itu aja dulu sementara komennya yaaa. 🤣 emak belum sarapan ini.. 🤦‍♀️

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *